Pengalaman Masa kecilku

Pengalaman atau cerita-cerita tak terlupakan pada waktu masa-masa kecil ku akan senantiasa terpatri dalam sanubari, hal itu karena masa-masa itu merupakan kenangan yang tak mungkin aku gapai lagi, tak mungkin terulang lagi. Ada beberapa cerita konyol dan lucu yang patut aku tampilkan.

Membaca Buku
Kebiasaan membaca buku sekarang sudah berganti dengan kebiasaan menonton TV, terutama untuk anak-anak hal itu tentunya sayang sekali..... dan rugi. Aku bangga dan bersyukur sekali punya orang tua sebaik Bapak Soeparno Hadimartono dan Ibu Sulamsini yang begitu sukses menanamkan kebiasaan membaca buku sejak kecil, walau dengan fasilitas negara, buku paket perpustakaan boleh kami baca dulu sebelum di drop ke SD-nya bapak. Ternyata kebiasaan itu dijadikan ”senjata” supaya kami pintar.

Suatu hari ibu ingin agar aku tidur di rumahnya, karena sejak kecil aku memang diasuh simbok, tepatnya simbah Rakinah Martoturangga. Karena keinginan itu, maka ibu membuat syarat; boleh membaca buku-buku koleksi ibu namun tidak boleh dibawa pulang. Dasar anak kecil; daripada tidak bisa tidur aku bela-belain buku itu aku baca sampai selesai dulu, ditemani simbok yang terkantuk-kantuk, dan setelah selesai barulah pamit pulang. Maafkan aku ibu, tapi kegigihan itu tak pernah aku lupa, aku masih ingat sampai sekarang sebuah lagu penyemangat dalam membaca buku dari ibuku berjudul Membaca Buku;

Hai.......hai.......hai
Mari kemari ikuti aku
Membaca buku, setiap hari
Semua ilmu, ada di buku
Rajin selalu, membaca buku


Sampai kapanpun aku tak mungkin lupa syair lagu itu. Rama anakku juga bisa lagu itu, tapi tak suka membaca.... ha.... ha....

Do’aku Untukmu (di koper)
Saat aku SD, sejak kelas I, belajar rutin sudah menjadi kebiasaan, karena aku ikut simbok jadi belajarnya cuma di grobok --wadah padi-- yang bersaing dengan penghuni setia ”den baguse tikus”. Bapak tahu kesulitanku dan penuh perhatian memberiku hadiah sebuah koper besi dengan asesories 8 pentolan di atasnya.

Itulah koper terindah dalam hidupku, meski cukup tinggi namun bisa untuk meja belajar sekaligus lemari buku, aman di rumah simbok yang sering trocoh bila hujan. Walau 8 pentol tadi mengganggu proses menulisku, aku tak peduli, yang membuatku semangat adalah tulisan tangan bapak di koper itu: ”Do’aku Untukmu” penuh makna kasih. Koper itu begitu indah dengan cat warna hijau muda dan tulisan warna kuning cerah.

Tulisan “Do’aku Untukmu” di koper tua itu menjadi sumber inspirasi dan penyemangat bagiku dalam belajar sekaligus membawa berkah, walau dengan biaya pas-pasan aku bisa menyelesaikan sarjana ku di IKIP Semarang.

Gaun Berinisial L
Untuk menanamkan rasa bangga dan percaya diri pada anak ternyata ibuku Hj. Sulamsini adalah ahlinya, upaya itu tak perlu mahal. Ternyata buktinya aku begitu bangga dan percaya diri saat ibu menjahitkan baju hijau muda untukku, dengan model yang sangat sederhana dari kain seadanya pula tapi aku merasa punya baju paling bagus sedunia, karena ibu membubuhkan huruf L yang merupakan inisial namaku.

Huruf itu berbentuk huruf L latin yang sangat khas hasil tulisan tangan Bapak H. Soeparno Hm yang menurutku saat itu baguuuus banget, tak ada yang menandingi karena ibu menyulam huruf tersebut di bagian dada kiri bajuku dengan benang warna kuning-oranye. Duh rasanya gaunku istimewa sekali, tiap kali ku pakai rasanya aku menjadi seorang putri kecil..... tak ada yang punya selain aku, tak bisa beli di manapun selain di tempat ibuku, ”Bunda aku bangga padamu.....”

Susu ”Kapur”
Saat masa kecil ku tahun 70-an yang namanya susu bubuk jatah dari pemerintah melalui Puskesmas untuk peningkatan gizi masyarakat bagaikan makanan ”dewa” yang aku anggap makanan paling enak di dunia. Jatah 1 plastik di bagi 7 anak untuk 1 minggu. Nah, bingung kan ibu membaginya, satu-satunya cara supaya adil dan merata gampang caranya; dibuka, dijilat dan dicelupin..... nah asyik kan?

Saking asyiknya, suatu hari susu habis, tapi kakak usil:  plastik bekas wadah susu bubuk diisi bubuk kapur (kawur). Dari warna dan bentuknya jelas sama persis dengan susu bubuk itu. Karena tidak tahu; akupun langsung ambil, lalau ditaruh di lepek langsung dijilat.... brrr.... rasanya aneh; tentu saja pahit dan mak nyoss di lidah. Sejak saat itu aku menjadi trauma dan ngga’ doyan susu bubuk sampai sekarang. Untung ngga’ kena kasus gizi buruk. Cuma bisa tinggi semampai; semeter ngga’ sampai.

Roti ”Saput Bedak”
Tujuh anak dengan kondisi ekonomi pas-pasan ternyata berdampak nggragas bagi anak-anak Pak Soeparno Hm. Betapa tidak? Anak-anak yang wayah semego harus nrimo dengan bersi-kap ”ngalah karo adik”. Suatu pagi sehabis bangun tidur karena lapar maka aku bergegas cari gogrokan di sekitar bantal atau kasur adikku Kun. Waktu kecil, Kun selalu minta makanan untuk sangu tidur, kalau tidak pasti dia akan nangis dan susah tidur. Siapa tahu ada wajik, jadah, atau jenang-e mbah Muji yang masih nempel; sisa sebelum tidur.

Karena kondisi lapar dan remang-remang, maka jadi tidak jelas, begitu di kasur terlihat benda bulat dan saat kupegang terasa empuk, terlihat kekuning-kuningan, kukira roti Marie. Tapi kok tumben masih utuh? Tanpa tunggu waktu; langsung saja aku embat dan diemplok. Sampai dimulut kok rasanya aneh; nggak gurih dan agak alot..... Ternyata setelah aku perhatikan dengan seksama benda itu adalah ”saput bedak” punya ibu..... Dasar luwak mangan tales; awak lagi apes.....! Perut lapar dapatnya roti saput bedak!

Sembah sungkem: Lilis, Pranoto, Ines, Rama

0 komentar:

Posting Komentar

Sedhahan


Blog punika mugi dados sarana kangge sarasehan dhumateng sedaya sanak kadang mitra rowang gegandhengan kaliyan Biografi H. Soeparno Hadimartono ingkang sampun dipun terbitaken rikala tanggal 20 Pebruari 2010.

Sumangga ingkang badhe nderek nyerat utawi maringi pamrayoga kula sumanggaken...

Mugi saget ndadosaken suka rena saha pikantuk seserepan ingkang migunani sak sampunipun maos Biografi punika.

Matur nuwun.